Diberdayakan oleh Blogger.
  • Home
  • About Me
  • Thought
    • Self-Talk
    • Thought Of Life
  • Contact

A Room To Talk

hi!

how are you? it's been more than a year i didn't post anything. it feels hard and weird to write again after very long break time because of parenthood and everything. but, here i am now, writing some words to update you guys and let you know that i'm okay and i'm pretty good doing what i am suppose to do as a mother. well, i'm going write it in english so hope you guys enjoy it. 

it's March 3rd 2023. i'm at the office and having my lunch. been so busy in first year of my daughter's life, she's so active and curious about everything. she's a happy baby and sweet loving daughter. and i am a clueless mother, have no experience of taking care of kids. i'm 28 this year so i feel old enough. 

my life didn't change so much. but another thing i'm grateful for is having my husband and daughter. they're my main support system, they're health and blessed. and i thank God for that. 

so, it's just my warm up. i'm gonna try to write on another platfrom, write any news and so on. wish me luck! thank you for staying on this pages, i'm glad to have you back in here. see you guys!




with love,


nrldhyn

Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
beberapa bulan lalu, seorang publik figur—Najwa Shihab—pernah berkata bahwa kodrat perempuan itu hanya ada 3; menstruasi, hamil & melahirkan, dan menyusui. setujukah kamu dengan pernyataannya tersebut?

di era modern seperti sekarang ini, masih banyak orang yang mengkotak-kotakan masalah gender; perempuan harus begini, laki-laki harus begitu, perempuan harus bermain boneka, laki-laki harus bermain mobil-mobilan, laki-laki tak boleh nangis, perempuan tak boleh lantang bersuara, dan lain-lain dan sebagainya. nggak dapat dipungkiri bahwa kita memang hidup di tengah-tengah jaman yang modern dengan masih ada (bahkan banyak) orang dengan pola pikir demikian. nggak cuma mengkotak-kotakan masalah gender, mereka pun mengkotak-kotakan orang dalam ke beberapa ‘genre’ tertentu seperti status sosial/ekonomi, status hubungan/pernikahan, status pendidikan, dan lain-lain. tak bisakah kita menjadi apapun yang kita inginkan tanpa menghiraukan ‘kotak’ yang mereka labeli pada diri kita berdasarkan gender?


terlahir sebagai seorang perempuan membuatku tanpa sadar percaya bahwa perempuan harus begini, perempuan harus begitu, perempuan tak boleh begini, dan perempuan tak boleh begitu. so many rules, so many boxes they put me into. hingga akhirnya aku pernah percaya bahwa kotak-kotak tersebut adalah benar adanya, bahwa kotak-kotak tersebut serupa kodrat yang telah Tuhan tetapkan untuk perempuan. perempuan dan laki-laki memang berbeda secara fisiologis namun bukan berarti secara keseluruhan memang harus dibedakan, bukan?


sebagai seorang perempuan, kini kodrat yang kupercayai adalah menstruasi, hamil & melahirkan, serta menyusui. sisanya kurasa perempuan berhak mendapat kesempatan, waktu, dan perlakuan yang layak seperti laki-laki. and this very moment, aku telah melalui banyak hal yang mereka sebut kodrat dan kini aku melalui 3 kodrat yang kuyakini sendiri; hamil, melahirkan & menyusui.





ketika mengetahui bahwa sedang ada janin tumbuh dan berkembang di dalam rahim, yang paling kutakutkan adalah proses persalinan. semasa kehamilan 9 bulan yang kulalui memang nggak bisa dibilang mudah, namun Tuhan memudahkan semuanya hingga detik ini. Alhamdulillah. persalinan merupakan fase yang paling mengerikan buatku. persalinan adalah sebuah proses menyakitkan sekaligus membahagiakan, begitu menguras tenaga dan pikiran hingga rasanya ingin hidup ini di-‘pause’ dulu, ingin rasanya mengambil jeda sebentar untuk sekedar beristirahat atau lompat ke bagian hidup yang lain.

begitu banyak darah yang keluar kala itu, begitu banyak tenaga yang kukeluarkan, begitu banyak perhatian yang tercurahkan selama prosesnya. ketika nyeri kontraksi semakin hebat setiap waktunya, diantara perasaan takut sekaligus tak sabar untuk bertemu dengannya, yang bisa kulakukan hanyalah berpasrah berserah diri sambil menahan sakit sekaligus merapalkan shalawat yang selalu kuucap ketika perasaan tak menentu. satu jam lamanya tubuh ini berusaha sebaik mungkin bertahan tak hanya untuk diri sendiri namun untuk diri yang lain yang detak jantungnya berusaha kupertahankan iramanya, hingga akhirnya suara tangisnya memecah keheningan malam. setelah berjam-jam berteman dengan rasa sakit yang berujung lelah hingga tak sanggup untuk sekedar berbicara dengan jelas, hanya mampu berbisik. namun suara tangisnya yang keras mampu menghangatkan hatiku. untuk pertama kalinya dunia menyambutnya dengan udara AC yang begitu dingin. kulitnya begitu bersih, bibirnya yang berwarna merah, hidungnya yang mancung, dagunya yang lancip serta matanya yang begitu kecil terlihat tenang ketika suara syahadat dan adzan berkumandang di telinganya. cantik, begitulah yang kuucapkan. 

pasca persalinan memang nggak mudah, tugas baru sebagai ibu adalah yang terberat sekaligus membahagiakan. belajar untuk memahami setiap tangisnya, setiap bahasa tubuhnya, serta setiap gerak gerik yang ia lakukan. belajar untuk menyusui langsung secara benar—meski akhirnya menyerah pada keadaan—serta belajar untuk menerima sebenar-benarnya seikhlas-ikhlasnya untuk memahami berbagai tanggungjawab yang kini dibebankan padaku sebagai seorang ibu. tentu saja semua itu nggak mudah untukku yang memiliki nol pengalaman dalam mengurus bayi. but that's something i could learn, eh? 

kini ketika mengingat-ingat kembali momen persalinan, somehow aku merasa bangga pada diriku sendiri karena telah bersabar, berjuang, dan bertahan dari segala rasa sakit yang hebat serta lelah yang kukira tak akan berhenti hingga akhirnya ia lahir dengan selamat.

seorang putri cantik, anak pertamaku, yang kuberi nama Kinanti Allura Azwar yang lahir pada awal bulan Agustus karena ia memilihnya sendiri kini sudah berusia 3,5 bulan, dalam keadaan sehat, and i'm so grateful for her. 


thank you for choosing me as your mother and my soulmate as your father, Neng. we're going to try so hard our best to fulfill your heart with warmth and happiness—also health we can provide.
and personally, i'm going to fix me so you don't have to feel what i feel for years—trauma(s) and so on.
사랑해
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
it's 37 weeks 2 days

menjadi seorang ibu adalah hal yang tak pernah aku sangka akan secepat ini datangnya. perjalanan menjadi seorang ibu sampai sejauh ini menurutku bukan hal yang mudah, meski aku bersyukur bahwa Tuhan mudahkan semua jalan dan menguatkan hati dan pundakku dalam perjalanan awal menjadi seorang ibu.


ini adalah cerita kehamilan pertamaku—anak pertamaku.





jujur, banyak ketakutan yang aku rasakan ketika tahu bahwa aku akan menjadi seorang ibu. pada fase awal kehamilan—trimester pertama—hormon tubuhku bergejolak. banyak hal yang kurasakan dan mereka bilang itu adalah hal biasa bagi perempuan hamil di masa awal kehamilan. di awali dengan perasaan aneh yang mengganggu, morning sickness yang hampir membuatku kehilangan nafsu makan dan stress, hingga perasaan takut yang menghantui dalam kepala. ketakutan utama yang saat itu kurasakan salah satunya yakni aku meragukan diriku sendiri.


“sanggupkah aku menjadi seorang ibu yang baik?”

“wajarkah bila aku sering merasa moody ketika menjadi ibu kelak?”

“bisakah aku mengurus dan mendidik anakku kelak?”

“bisakah aku menjalankan tiga peran sekaligus; sebagai seorang perempuan biasa, seorang istri, dan seorang ibu?”

“akankah aku menjadi sosok ibu yang tidak aku inginkan?”

dan lain-lain.


berbagai pertanyaan semacam itu muncul dalam kepala dan membuatku takut sekaligus ragu pada diri sendiri. terlebih ketika lonjakan hormon tengah bergerilya dalam tubuh, perasaan akan semakin sensitif dalam segala hal. mudah tersinggung, mudah marah, mudah berubah mood, mudah lelah, hingga mudah bersedih dan stress. tak jarang, aku sering menangis sendirian di malam hari ketika perasaan takut dan ragu muncul. perasaan bahwa aku tak cukup baik untuk menjadi seorang ibu, perasaan bahwa aku pasti akan mengecewakan anakku kelak, perasaan bahwa mungkin saja anakku akan membenciku karena aku tidak menjadi sosok ibu yang ideal seperti kebanyakan perempuan. seketika aku akan merasa kesal dengan diriku sendiri. 


aku yang sejujurnya belum siap menjadi seorang ibu kala itu, mau tidak mau belajar untuk menerima kehendak Tuhan. aku tidak ingin perasaan-perasaan itu terlalu lama menggangguku, biar bagaimanapun aku tetap harus waras dalam menjalani peran baru ini—sebagai seorang istri sekaligus calon ibu. sedikit demi sedikit aku belajar untuk ikhlas dan lebih menyayangi diri serta calon anak yang sedang kukandung. perlahan tapi pasti berkat dukungan dari laki-laki istimewa—suami—aku mulai belajar kembali hidup normal dan mensyukuri apa yang Tuhan beri serta memaknai kehamilan ini dengan lebih sungguh-sungguh. terlebih ketika pertama kali mendengar detak jantungnya yang berdetak dengan semangatnya di dalam rahimku, seolah memberi berkata, “hey! ada aku di sini, di dalam sini. aku tumbuh dengan baik di sini. terima kasih, ya.” dengan penuh kehangatan, kegembiraan dan cinta yang bertubi-tubi. speechless dan hampir menitikan air mata. seketika aku sadar akan kebesaran Tuhan, dan perasaan bahagia mendadak menyeruak di dada. dokter berkata bahwa makhluk kecil yang berada di dalam rahimku sehat dan lengkap tak kurang satu apapun. alhamdulillah rasanya nggak bisa berhenti bersyukur atas anugerah yang Tuhan beri.


hal traumatis yang sempat aku alami ketika awal kehamilan adalah minum obat/vitamin. jujur, aku sangat ketakutan menerima kenyataan bahwa aku akan kembali ke rutinitas minum obat/vitamin setiap harinya mengingat tahun 2018 hingga 2019 lalu harus berobat jalan di sebuah RSUD dan rutin setiap hari minum obat demi kesembuhanku. selama hampir satu tahun aku harus berteman dengan berbagai obat-obatan. pengalaman tersebut membuatku ketakutan dan kembali mengingat betapa muak dan bosannya aku berteman dengan obat-obatan setiap harinya hingga hampir menangis.
tak hanya itu, hampir setiap hari aku harus berteman dengan rasa mual yang berujung muntah setiap pagi dengan badan yang lemas. bahkan ketika makan, aku bisa dengan mudahnya merasa mual dan memuntahkan segala isi perut sampai kosong tak bersisa.
hari-hari itu adalah hari-hari yang melelahkan, menakutkan, dan menguras tenaga serta emosi. hari-hari itu adalah hari-hari yang berhasil kulewati dengan perasaan ikhlas meski tak mudah. hari-hari itu adalah hari-hari yang akan menjadi kenangan dan akan kuceritakan kelak kepada makhluk mungil ini. ia hanya perlu mendengarkan meski mungkin tak mengerti apa yang kuceritakan. 


hari demi hari aku lewati dengan berbagai rintangan serta tantangan baru selama masa kehamilan. tak banyak yang berubah dari hidupku selain rutinitas minum vitamin dan makan makanan lebih bergizi dari biasanya serta mengatur pola makan lebih disiplin lagi. semua itu semata-mata demi menjaga makhluk mungil ini tetap sehat, ceria, dan semangat di dalam sana.
hari demi hari aku melihat dan merasakan perubahan pada tubuhku. setiap kali melihat cermin, perut semakin membesar, pipi semakin membulat, dan bagian paha semakin membesar. memang tak terlalu banyak yang berubah dari bentuk tubuhku selain hal-hal yang kusebutkan tadi.


setiap kali waktunya check-up ke dokter kandungan, jantungku berdebar lebih kencang dan perasaan cemas menyelimuti. berbagai pertanyaan mengenai makhluk mungil ini bergerilya dalam kepala. apakah ia sehat? apakah pertumbuhannya normal? apakah berat badannya cukup? selalu dan selalu pertanyaan itu yang muncul. alhamdulillah tak henti-hentinya aku mengucap syukur selepas ‘bertemu’ dengannya lewat layar USG. mendengar setiap degup jantungnya yang sehat dan melihat pergerakannya melalui layar USG membuatku bernapas lega. setiap gerakannya yang kurasakan dimulai dari usia 20 mingguan hingga saat ini, membuatku yakin bahwa ia tumbuh dengan sehat dan bahagia. ya, aku harus sehat dan bahagia untuknya. meski terkadang tendangan dan pergerakannya yang tiba-tiba terlebih ketika malam hari, aku berusaha bersyukur dan menikmati setiap prosesnya.


setiap rasa sakit, lemah, dan rasa tak berdaya yang kurasakan semoga membuat ia semakin sehat dan kuat setiap waktunya. setiap rasa bahagia, cinta, dan suka cita yang kurasakan semoga membuat ia semakin berbahagia di dalam sana sampai nanti waktunya tiba untuk kita bertemu, berbagi pelukan dan berkumpul bersama sebagai keluarga kecil dengan keadaan selamat, sehat, dan sempurna.
mungkin saja nanti boneka yang biasa kupeluk setiap malam akan berganti dengan ia yang lahir dari rahimku, akan kupeluk ia semalaman dan menjaganya tetap nyaman dan hangat. inikah yang dinamakan cinta seorang ibu pada anaknya? inikah yang dinamakan cinta bahkan sebelum bertemu namun merasakannya sangat dekat di jantung hati? inikah yang dinamakan naluri seorang ibu yang ingin melindungi anak dan keluarganya?


hidupku seketika berubah setelah ia hadir; sebuah perubahan yang tak pernah kusangka sebelumnya, sebuah perubahan yang akan membawaku pada fase kehidupan selanjutnya sebagai seorang perempuan—seorang ibu—dan ketika saat itu tiba, mungkin aku akan benar-benar mengerti arti dari seorang ibu seutuhnya. 


terima kasih, ya, sayang, telah mau bersabar dan berjuang bersama. terima kasih telah mau memahamiku yang dipercaya Tuhan untuk menjagamu—menjadi ibumu—di dunia ini. terima kasih telah mau mendengar setiap perkataan dan ceritaku yang pasti tak jarang membuatmu bosan. terima kasih telah menemaniku dalam suka dan duka, menemaniku kemanapun aku pergi, duduk dan makan bersamaku. terima kasih telah menjadi anak yang baik selama ini.  bismillahirahmanirrahim, tak sabar untuk bertemu dan memelukmu, anak baik. ❤️
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
kalau berbicara tentang pernikahan memang nggak pernah ada habisnya, dimulai dari tentang pencarian jodohnya, persiapan pernikahannya, hingga hidup setelah pernikahannya. there's so much we could talk about. tulisan kali ini masih nggak jauh dari tentang pernikahan. it's party, wedding party. 



sejak pandemi covid-19 kita dilarang untuk berkumpul dalam jumlah yang besar, kita diharuskan untuk membatasi berbagai kegiatan sosial dengan manusia lain, dan berbagai larangan lainnya yang memiliki resiko penyebaran virus covid-19. berbagai larangan ini tentu saja berimbas pada berbagai sektor kehidupan, termasuk pada sektor pernikahan. banyak pasangan yang sudah merencanakan pernikahan memilih untuk menunda pesta pernikahannya disebabkan oleh larangan-larangan terkait covid-19, dan para vendor wedding pun nggak mau ambil resiko.

beberapa orang yang ku kenal pun memilih untuk menunda acara pernikahan karena pada tanggal tersebut masih terdapat larangan berkumpul, juga ada beberapa orang yang memilih melangsungkan akad nikah dengan sangat sederhana tanpa mengundang banyak orang bahkan keluarga besar yang jauh mereka sekalipun, dan memilih tanggal lain untuk melangsungkan pesta pernikahan.
aku adalah salah satu orang yang menikah di tahun 2020 dan memilih acara sederhana tanpa adanya pesta pernikahan seperti orang lain. everybody asked,

“kenapa nggak bikin pesta pernikahan yang ada resepsinya seperti orang lain? padahal pasangan yang lainnya sudah menggelar resepsi pernikahan dan itu sudah mulai sedikit demi sedikit diperbolehkan?”

aku hanya bisa tersenyum mendengar berbagai pertanyaan serupa yang mampir ke telingaku. i'm realistic person, but will fight for what i believe in. aku percaya bahwa Tuhan sudah memutuskan hari yang baik untuk pernikahanku serta siapa orang yang mendampingiku, dan itu sudah tercatat dalam Lauhul Mahfuz. aku nggak bisa bilang “i don't have my own dream wedding” karena memang sejujurnya aku punya pesta pernikahan impian, and i think everybody has it. but i'm realistic person. aku nggak suka memaksakan segala sesuatu.

di tengah segala keterbatasan yang kami punya, kami memutuskan untuk melangkah dengan kesederhanaan. kami memilih hanya menggelar acara akad nikah di rumah dengan sederhana tanpa resepsi alias pesta pernikahan pada umumnya. tanpa adanya homeband sebagai hiburan atau berbagai dekorasi mewah serta gaun-gaun pengantin yang mewah. kami pun memilih untuk mengundang sedikit orang hanya melalui pesan singkat disertai dengan undangan virtual yang aku buat sendiri di aplikasi Canva. tak ada souvernir mewah atau MC kondang yang berpengalaman. hari itu hanya kami, keluarga besar kami dan orang-orang terdekat, mengucap syukur atas kelancaran ijab qabul dan berbagai doa-doa terbaik. dalam kesederhanaan acara pernikahan kami, kami nggak berhenti untuk bersyukur atas kemudahan yang Tuhan beri, atas segala doa baik yang mereka panjatkan, serta atas segala senyum dan tawa yang mereka hadirkan di hari pernikahan kami. terlepas dari hal-hal yang sudah terjadi di hari pernikahan, aku sama sekali ngga menyesali bahwa hari itu ngga ada pesta mewah atau resepsi yang mewah seperti pernikahan pada umumnya.

menyiapkan pernikahan yang sederhana pun membutuhkan waktu dan tenaga yang ngga sedikit, terlebih ketika kamu menyiapkan hampir semuanya sendiri dimulai dari survey kesana kemari mencari vendor pernikahan yang cocok (baik cocok di hati maupun cocok di kantong) hingga menyiapkan perintilan alias hal-hal kecil yang terkadang luput dari perhatian. and finally, pada hari sabtu tanggal 24 bulan oktober tahun 2020 kami melangsungkan pernikahan dengan khidmat, memakai 1 gaun tradisional khas sunda sampai acara selesai dengan make-up yang natural. hamdallah semua berjalan lancar dan berbahagia. 

satu prinsip yang aku pegang ketika ingin melaksanakan pernikahan, yang terpenting adalah hari-hari setelah akad pernikahan itu sendiri; bagaimana kamu dan pasangan menjalani hidup bersama, bagaimana kamu dan pasangan menyelesaikan berbagai konflik yang ada dalam pernikahan, dan bagaimana kamu dan pasangan saling berbagi suka-duka serta tetap menghidupkan cinta dalam pernikahan untuk waktu yang lama (bertahun-tahun bahkan berpuluh-puluh tahun ke depannya). pesta pernikahan yang mewah tak akan ada artinya ketika komitmen dan cinta pernikahan itu sendiri tak dapat dipertahankan. :)





***

Share
Tweet
Pin
Share
No komentar


apa sih pernikahan itu?


sejujurnya aku masih belum menemukan kalimat yang tepat untuk memaknai pernikahan meskipun saat ini sedang menjalankannya. secara keseluruhan keadaan yang kualami sendiri dan yang kurasa lebih seperti air yang mengalir. semuanya nggak selalu terasa lancar dan mudah, nggak selalu berjalan sesuai rencana atau keinginan. no, i didn't grow like that.


bagi perempuan, nggak mudah hidup dengan stigma di masyarakat yang selalu mengaitkan perempuan dengan masa depannya yang seolah sudah mutlak menjadi seorang istri dan ibu. bagi perempuan, pertanyaan tentang pernikahan nggak pernah sesederhana itu. terlebih ketika ia telah menginjak usia kepala 2, berbagai pertanyaan bermunculan menganai pernikahan. 


“ Jadi, kapan nih nyusul nikah sama pacarnya? ”

“ Kapan nikah? Buruan nanti jodohnya diambil orang, lho. ”

“ Gak usah nunda-nunda buat nikah, rejeki mah nanti aja ada di depan. ”

“ Perempuan sekolahnya gak usah tinggi-tinggi, nanti jodohnya susah. ”

“ Perempuan karirnya gak usah terlalu ambisius, nanti gak ada laki-laki yang mau deketin, lho. ”

“ Tunggu apa lagi? Kuliah udah lulus, kerja udah lumayan kan? Apa yang ditunggu lagi buat nikah? ”

“Perempuan jangan nikah tua-tua, nanti nggak laku dan bisa sulit punya anak. ”


nyatanya, perjalanan menuju sebuah pernikahan bukanlah perjalanan yang mudah, setidaknya ini berdasarkan pengalaman pribadiku. pernikahan nggak hanya sesederhana tentang ijab qabul di depan penghulu (untuk beragama islam) dan saksi atau pemberkatan di depan pendeta atau tokoh agama lain dan hidup bahagia bersama selamanya. pernikahan ternyata lebih dari itu semua. prosesi ijab qabul atau pemberkatan hanya langkah awal dalam pernikahan, ibaratnya itu hanyalah pintu. Sebuah pintu yang dibukakan oleh Tuhan sebagai tanda dimulainya hidup yang baru dari dua orang insan manusia. Setelahnya adalah perjalanan hidup yang lebih serius dari dua orang manusia yang menjadi satu di mata Tuhan. dua hidup yang berbeda dari dua orang manusia menjadi satu. that's a lot, you know?


sebegitu rumitnya arti atau makna pernikahan (seenggaknya untukku pribadi) hingga orang lain entah dari mana menanyakan hal sepribadi itu kepada seorang perempuan. ya, menurutku pernikahan adalah hal pribadi. it's personal thing for me yang aku rasa nggak harus semua orang tahu mengenai hal-hal tentang rencana pernikahan seseorang. terlebih kita saat ini hidup di jaman semua orang berlomba-lomba membagikan tentang hidupnya berkeinginan untuk diketahui orang lain dan banyak orang hanya sekedar ingin tahu tanpa pernah benar-benar peduli dengan apa yang terjadi. itulah kenapa aku nggak terlalu banyak share tentang rencana pernikahanku waktu itu, itulah kenapa aku hanya ingin keep semuanya sampai pada hari yang telah ditentukan. i want to keep those things private. 



ketika seorang perempuan mendekati usia 25, orang-orang sekitar mulai pusing sendiri, kenapa ia belum menikah padahal sudah usia hampir 25? setidaknya orang-orang seperti itulah yang ada di sekitarku. mereka mengkhawatirkan aku seorang perempuan lajang yang sudah terlihat siap menikah namun belum kunjung menikah padahal sudah memiliki pasangan. from that moment ketika suara-suara itu mulai terdengar bising di telinga, i asked myself out, “is that i really wanted? am i ready for being a wife and possibly a mother someday?” dan akhirnya aku menyadari, aku nggak pernah benar-benar merasa siap untuk semua hal tentang pernikahan dan perjalanannya. 


mereka bilang, seorang perempuan memiliki batas waktu untuk menikah sebelum mereka di cap nggak laku di masyarakat. mereka bilang, seorang perempuan memiliki batas waktu sebelum akhirnya mereka di cap expired. and that's sad ketika mereka malah menyamakan kualitas yang ada dalam diri seorang perempuan dengan barang atau makanan/minuman yang dijual di pasaran yang memiliki periode konsumsi.


masyarakat kita masih berpikir bahwa perempuan adalah makhluk nomor dua dan makhluk yang bisa dijadikan objek, seolah derajat dan harkat martabatnya hanya dinilai dari sisi status pernikahan mereka semata. setelah memiliki ikatan pernikahan pun seorang perempuan masih dianggap sebagai manusia yang mutlak terikat pada pernikahan dan segala tata aturan yang ngga banyak memberi mereka ruang untuk bekerja, berkarya, dan melakukan berbagai kegiatan yang mereka sukai. 


patriarchy.


budaya patriarki membunuh banyak perempuan dan mimpinya, membunuh banyak perempuan serta hak-hak dasarnya sebagai manusia. when we talk about patriarchy, it would never be easy in this kind of society we live in. patriarchy kills tons of women and their hopes. 


seorang perempuan dan sebuah pernikahan, seharusnya menjadi rumah yang nyaman dan meneduhkan untuk setiap orang yang merindukan pelukan dan kehangatan, bukan menjadi padang duri yang saling menusuk menyakiti satu sama lain.
seorang perempuan dan sebuah pernikahan, seharusnya menjadi satu ikatan personal yang membahagiakan, bukan dijadikan gunjingan oleh khalayak banyak seolah seorang perempuan dan sebuah pernikahan adalah hal mutlak yang membuat seorang perempuan menjadi perempuan seutuhnya. 


it's not always easy to say yes to your lover when it comes to marriage, but when you put your dreams and hopes to the right person you love, to the right person who appreciate and respect every inch of your body, mind, and soul; you'll know how to say yes to a new beginning. 





***
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
banyak pertanyaan yang diajukan oleh banyak orang kepada pasangan yang baru menikah, sebagian pertanyaan masih seputar kehidupan baru yang dijalani setelah pernikahan yang masih tergolong “wajar” dan sebagian lain pertanyaan-pertanyaan yang seringnya dirasa kurang enak didengar malah bisa disebut “nggak wajar”. ngga hanya ke pasangan yang baru menikah, beberapa pertanyaan “nggak wajar” pun sering ditanyakan pada pasangan yang sudah menikah. 




“ udah ‘isi’ belum? ”
pertanyaan yang sering banget ditanyakan terutama ke pasangan yang baru menikah. mungkin terkesan sederhana, bisa menjadi kalimat basa-basi, biasa dilontarkan oleh orang lain kepada para pasangan yang baru menikah. “isi” di sini menujuk pada kata hamil. let me tell you something, perkara memiliki anak ketika sudah menikah adalah perkara personal pasangan tersebut. that's too personal. meskipun aku nggak tau intensi mereka menanyakan hal tersebut, but it's too cheesy bila hanya sekedar dijadikan pertanyaan basa-basi tanpa ada effort apapun. it's not our business ketika sepasang suami-istri memutuskan apa yang terbaik untuk mereka berdua perihal rencana memiliki anak atau memutuskan untuk child-free. it's not our business because it's their personal thing. buat sebagian masyarakat, menanyakan hamil atau belum adalah hal yang lumrah, mencampuri urusan orang lain atau hanya sekedar basa-basi ingin tahu adalah hal yang biasa dan wajar. and that is SO SAD. it's so sad ketika masyarakat masih melumrahkan masalah atau keputusan pribadi seseorang dan menjadikannya konsumsi khalayak banyak. do you ever imagine bagaimana perasaan mereka yang ditanya pertanyaan tersebut? when they want it so badly or when they don't want it at all? how do they feel when you asked those cheesy question for the sake of “basa-basi” or just to feed your curiousness?



“ kapan mau punya anak? kok belum hamil? mandul ya? ”
biasanya pertanyaan macam gini ditanyakan pada pasangan yang sudah menikah cukup lama tapi belum juga dikaruniai keturunan. sama seperti pertanyaan di atas, mungkin saja mereka menginginkan memiliki keturunan namun belum juga diberi meskipun telah berusaha mati-matian dengan segala cara. you never know the tears they try to hide everytime people asked the question. who are you? how dare you? kita nggak pernah bener-bener tahu usaha apa aja yang telah mereka lakukan untuk memiliki seorang anak, nggak pernah bener-bener tahu rasa sakitnya perjuangan untuk memiliki seorang anak. and it's sad ketika orang yang sama sekali nggak terlalu kenal dengan baik malah menanyakan hal-hal serupa, terlebih ditambah dengan hujatan atau penghakiman. every one of us has a story you never know about. setiap orang memiliki masalah atau kisah tersendiri yang nggak semua orang tahu, there must be something we never know about someone's life. 




“ kapan mau nambah anak? kasian dede-nya sendirian terus mainnya ”
lagi dan lagi, masyarakat kita nggak pernah puas untuk selalu bertanya pertanyaan murahan yang sama sekali bukan urusannya terkait urusan personal orang lain. ketika menikah ditanya kapan punya anak, setelah memiliki anak ditanya kapan nambah anak. is it a cycle? a healthy cycle?
buatku, memiliki anak adalah rezeki yang berupa amanah di mana memiliki tanggung jawab yang besar. because being a parent is not that easy as it seems. raise a child is a big responsibility to every parents in this world. and every parents has different struggle to raise their child. setiap orang tua memiliki masalah dan perjuangannya sendiri-sendiri untuk membesarkan seorang anak. setiap orang tua memiliki pertimbangan tersendiri terkait dengan menambah anak dalam keluarga mereka, bisa jadi karena masalah tempat tinggal, masalah finansial, masalah siapa kelak yang akan membantu mengurus anak-anak ketika ada seorang anak lagi dalam keluarga, dan sebagainya. there's so many things we should think about having another children. 







sebagai seorang perempuan yang baru beberapa bulan resmi menjadi seorang istri dari seseorang laki-laki, i know how it feels to be asked those cheesy questions. and i wouldn't dare to ask to someone because i know how rude it is and i want to stand up for myself and for those who feel the same. mungkin ada baiknya kalau kita belajar untuk nggak terlalu kepo alias terlalu ingin tahu urusan-urusan orang lain, terlebih urusan pribadi. bisa jadi, pertanyaan-pertanyaan seperti itu yang kita pikir adalah pertanyaan "basa-basi" untuk memulai obrolan adalah pisau bermata dua untuk lawan bicara, it might hurts them so bad, we never knew. 


Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
i've just done watching TEDx Talks on YouTube this morning during my working hours. it's about "how not to take things personally?" by Frederik Imbo. and i'm thinking a lot ever since. here's the link if you want to watch it, it's very opening up my mind! How not to take things personally? | Frederik Imbo | TEDxMechelen





Frederik menjelaskan kenapa kita seringnya menganggap serius atau menganggap hal-hal yang orang lain lakukan adalah karena kita atau untuk kita. let me tell you something. Frederik memberikan contoh mengapa ketika kita berkendara (mobil) di tengah malam, kita melihat ada mobil lain di belakang kita yang memberikan lampu sign yang berkedip atau membunyikan klakson berkali-kali kemudian kita berpikir "am i haunted?" yang biasanya di ikuti dengan umpatan-umpatan bernada kesal. mungkin kita akan merasa bahwa pengendara di belakang tersebut sedang mengusik ketenangan berkendara kita, atau kita akan merasa bahwa pengendara tersebut sangat ingin menjahili kita. sekali lagi, kita tahu bahwa apa yang kita keluarkan sebagai output atau respon dari suatu hal is totally our control. we control our own responds, our own actions. also we control our own minds. kita bisa berpikir seperti itu, which means negative way, it's because we used to think so. we used to take things personally. in fact, there must be a reason why the driver behind us do that way, isn't? there must be a reason why the driver do that and has nothing to do with us. 


sebagai contoh lain, when we walk out the door and see our friends looking at us and they're laughing. what are we used to think? personally, i used to think "oh god, they're laughing at me. they're mocking me and laugh! what's wrong with me? with how i dressed today? they're must be talking about me." yes, aku akan berpikir bahwa mereka sedang menertawakanku dan bergosip tentangku dan mungkin itu adalah hal lucu untuk mereka. you used to think so, didn't you? tapi ketika kita berusaha mengubah cara berpikir kita terhadap hal itu in positive way, we'll think that they're laughing about something and has nothing to do with us either because we just met. padahal kenyataannya belum tentu demikian. there's a thousand reason why they're laughing and suddenly our eyes met, as simple as that. 


dari dua contoh yang sudah aku jelaskan, kita nggak pernah tahu kenyataan sebenarnya dan apa yang ada di dalam kepala mereka, atau tujuan mereka sebenarnya apa. kita merasa seperti itu karena otak kita terbiasa berpikir seperti itu, disadari atau tidak. we never know their true intention. jadi, kenapa kita selalu menganggap segala hal secara personal? kenapa kita selalu berpikir bahwa apa yang orang lain katakan atau lakukan adalah tentang kita secara pribadi? why do we take things personally? do you know how many thoughts a brain produce a day? it's 50,000! and guess how many of them are positive? it's only 10,000! the rest of them (40,000) are negative. that's why we used to think negative way first, because our brains does. 


Frederik Imbo gives us two strategies how not to take things personally :
  • It's Not About Me : look at the other person's intention. it's not always about me when driver tailgating and flashing his lights, maybe he does it because he's in hurry or something. it's not always about me when some girls laughing through their eyes on me, maybe they're talking about comedy TV show last night or talking about how funny stand-up comedians are. and i think we should take a look of the other person's perspective, not only ours. i know it takes a lot of effort to correct yourself and say, "hang on, i have no clue." 
  • It's About Me : give yourself empathy and speak up about it. maybe it's about me when the driver tailgating and flashing his light because i drive too slow and i shouldn't do that. maybe it's about me when someone says, "you are so selfish" because deep down inside we have tiny little thing called selfish in ourselves whether we like it or not. if it happens, why don't we take a mirror and look at ourselves, "is it true? i need introspection myself." or if it happens, we can speak up about our intention, about how we truly feel about it. we speak up, tell the truth. by opening up, by being vulnerable, by being honest telling the truth what's going on inside of us without blaming the other one, we increase the chance that the other one will understand us. speak up and be brave.


the last thing that hits me so hard is the last sentence of Frederik's presentation : 



"people may attack you, criticize you, or ignore you, they can crumple you up with their words, spit you out or even walk all over you, but remember whatever they do or say, you will always keep your value."






Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Older Posts

About me

welcome to a room to talk, a place where we could talk about anything and feel safe.

Social Media

  • tumblr
  • facebook
  • twitter
  • instagram

Blog Archive

Send Me A Message!

Nama

Email *

Pesan *

Popular Posts

  • How Not To Take Things Personally by Frederik Imbo
    i've just done watching TEDx Talks on YouTube this morning during my working hours. it's about "how not to take things personal...
  • Hello, 2023!
    hi! how are you? it's been more than a year i didn't post anything. it feels hard and weird to write again after very long break tim...
  • Journey: A Mother-To-Be
    it's 37 weeks 2 days menjadi seorang ibu adalah hal yang tak pernah aku sangka akan secepat ini datangnya. perjalanan menjadi seorang ib...
  • Wedding Party, Is It Important?
    kalau berbicara tentang pernikahan memang nggak pernah ada habisnya, dimulai dari tentang pencarian jodohnya, persiapan pernikahannya, hingg...

Created with by ThemeXpose | Distributed by Blogger Templates