Journey: A Mother-To-Be
it's 37 weeks 2 days
menjadi seorang ibu adalah hal yang tak pernah aku sangka akan secepat ini datangnya. perjalanan menjadi seorang ibu sampai sejauh ini menurutku bukan hal yang mudah, meski aku bersyukur bahwa Tuhan mudahkan semua jalan dan menguatkan hati dan pundakku dalam perjalanan awal menjadi seorang ibu.
ini adalah cerita kehamilan pertamaku—anak pertamaku.
jujur, banyak ketakutan yang aku rasakan ketika tahu bahwa aku akan menjadi seorang ibu. pada fase awal kehamilan—trimester pertama—hormon tubuhku bergejolak. banyak hal yang kurasakan dan mereka bilang itu adalah hal biasa bagi perempuan hamil di masa awal kehamilan. di awali dengan perasaan aneh yang mengganggu, morning sickness yang hampir membuatku kehilangan nafsu makan dan stress, hingga perasaan takut yang menghantui dalam kepala. ketakutan utama yang saat itu kurasakan salah satunya yakni aku meragukan diriku sendiri.
“sanggupkah aku menjadi seorang ibu yang baik?”
“wajarkah bila aku sering merasa moody ketika menjadi ibu kelak?”
“bisakah aku mengurus dan mendidik anakku kelak?”
“bisakah aku menjalankan tiga peran sekaligus; sebagai seorang perempuan biasa, seorang istri, dan seorang ibu?”
“akankah aku menjadi sosok ibu yang tidak aku inginkan?”
dan lain-lain.
berbagai pertanyaan semacam itu muncul dalam kepala dan membuatku takut sekaligus ragu pada diri sendiri. terlebih ketika lonjakan hormon tengah bergerilya dalam tubuh, perasaan akan semakin sensitif dalam segala hal. mudah tersinggung, mudah marah, mudah berubah mood, mudah lelah, hingga mudah bersedih dan stress. tak jarang, aku sering menangis sendirian di malam hari ketika perasaan takut dan ragu muncul. perasaan bahwa aku tak cukup baik untuk menjadi seorang ibu, perasaan bahwa aku pasti akan mengecewakan anakku kelak, perasaan bahwa mungkin saja anakku akan membenciku karena aku tidak menjadi sosok ibu yang ideal seperti kebanyakan perempuan. seketika aku akan merasa kesal dengan diriku sendiri.
aku yang sejujurnya belum siap menjadi seorang ibu kala itu, mau tidak mau belajar untuk menerima kehendak Tuhan. aku tidak ingin perasaan-perasaan itu terlalu lama menggangguku, biar bagaimanapun aku tetap harus waras dalam menjalani peran baru ini—sebagai seorang istri sekaligus calon ibu. sedikit demi sedikit aku belajar untuk ikhlas dan lebih menyayangi diri serta calon anak yang sedang kukandung. perlahan tapi pasti berkat dukungan dari laki-laki istimewa—suami—aku mulai belajar kembali hidup normal dan mensyukuri apa yang Tuhan beri serta memaknai kehamilan ini dengan lebih sungguh-sungguh. terlebih ketika pertama kali mendengar detak jantungnya yang berdetak dengan semangatnya di dalam rahimku, seolah memberi berkata, “hey! ada aku di sini, di dalam sini. aku tumbuh dengan baik di sini. terima kasih, ya.” dengan penuh kehangatan, kegembiraan dan cinta yang bertubi-tubi. speechless dan hampir menitikan air mata. seketika aku sadar akan kebesaran Tuhan, dan perasaan bahagia mendadak menyeruak di dada. dokter berkata bahwa makhluk kecil yang berada di dalam rahimku sehat dan lengkap tak kurang satu apapun. alhamdulillah rasanya nggak bisa berhenti bersyukur atas anugerah yang Tuhan beri.
hal traumatis yang sempat aku alami ketika awal kehamilan adalah minum obat/vitamin. jujur, aku sangat ketakutan menerima kenyataan bahwa aku akan kembali ke rutinitas minum obat/vitamin setiap harinya mengingat tahun 2018 hingga 2019 lalu harus berobat jalan di sebuah RSUD dan rutin setiap hari minum obat demi kesembuhanku. selama hampir satu tahun aku harus berteman dengan berbagai obat-obatan. pengalaman tersebut membuatku ketakutan dan kembali mengingat betapa muak dan bosannya aku berteman dengan obat-obatan setiap harinya hingga hampir menangis.
tak hanya itu, hampir setiap hari aku harus berteman dengan rasa mual yang berujung muntah setiap pagi dengan badan yang lemas. bahkan ketika makan, aku bisa dengan mudahnya merasa mual dan memuntahkan segala isi perut sampai kosong tak bersisa.
hari-hari itu adalah hari-hari yang melelahkan, menakutkan, dan menguras tenaga serta emosi. hari-hari itu adalah hari-hari yang berhasil kulewati dengan perasaan ikhlas meski tak mudah. hari-hari itu adalah hari-hari yang akan menjadi kenangan dan akan kuceritakan kelak kepada makhluk mungil ini. ia hanya perlu mendengarkan meski mungkin tak mengerti apa yang kuceritakan.
hari demi hari aku lewati dengan berbagai rintangan serta tantangan baru selama masa kehamilan. tak banyak yang berubah dari hidupku selain rutinitas minum vitamin dan makan makanan lebih bergizi dari biasanya serta mengatur pola makan lebih disiplin lagi. semua itu semata-mata demi menjaga makhluk mungil ini tetap sehat, ceria, dan semangat di dalam sana.
hari demi hari aku melihat dan merasakan perubahan pada tubuhku. setiap kali melihat cermin, perut semakin membesar, pipi semakin membulat, dan bagian paha semakin membesar. memang tak terlalu banyak yang berubah dari bentuk tubuhku selain hal-hal yang kusebutkan tadi.
setiap kali waktunya check-up ke dokter kandungan, jantungku berdebar lebih kencang dan perasaan cemas menyelimuti. berbagai pertanyaan mengenai makhluk mungil ini bergerilya dalam kepala. apakah ia sehat? apakah pertumbuhannya normal? apakah berat badannya cukup? selalu dan selalu pertanyaan itu yang muncul. alhamdulillah tak henti-hentinya aku mengucap syukur selepas ‘bertemu’ dengannya lewat layar USG. mendengar setiap degup jantungnya yang sehat dan melihat pergerakannya melalui layar USG membuatku bernapas lega. setiap gerakannya yang kurasakan dimulai dari usia 20 mingguan hingga saat ini, membuatku yakin bahwa ia tumbuh dengan sehat dan bahagia. ya, aku harus sehat dan bahagia untuknya. meski terkadang tendangan dan pergerakannya yang tiba-tiba terlebih ketika malam hari, aku berusaha bersyukur dan menikmati setiap prosesnya.
setiap rasa sakit, lemah, dan rasa tak berdaya yang kurasakan semoga membuat ia semakin sehat dan kuat setiap waktunya. setiap rasa bahagia, cinta, dan suka cita yang kurasakan semoga membuat ia semakin berbahagia di dalam sana sampai nanti waktunya tiba untuk kita bertemu, berbagi pelukan dan berkumpul bersama sebagai keluarga kecil dengan keadaan selamat, sehat, dan sempurna.
mungkin saja nanti boneka yang biasa kupeluk setiap malam akan berganti dengan ia yang lahir dari rahimku, akan kupeluk ia semalaman dan menjaganya tetap nyaman dan hangat. inikah yang dinamakan cinta seorang ibu pada anaknya? inikah yang dinamakan cinta bahkan sebelum bertemu namun merasakannya sangat dekat di jantung hati? inikah yang dinamakan naluri seorang ibu yang ingin melindungi anak dan keluarganya?
hidupku seketika berubah setelah ia hadir; sebuah perubahan yang tak pernah kusangka sebelumnya, sebuah perubahan yang akan membawaku pada fase kehidupan selanjutnya sebagai seorang perempuan—seorang ibu—dan ketika saat itu tiba, mungkin aku akan benar-benar mengerti arti dari seorang ibu seutuhnya.
terima kasih, ya, sayang, telah mau bersabar dan berjuang bersama. terima kasih telah mau memahamiku yang dipercaya Tuhan untuk menjagamu—menjadi ibumu—di dunia ini. terima kasih telah mau mendengar setiap perkataan dan ceritaku yang pasti tak jarang membuatmu bosan. terima kasih telah menemaniku dalam suka dan duka, menemaniku kemanapun aku pergi, duduk dan makan bersamaku. terima kasih telah menjadi anak yang baik selama ini. bismillahirahmanirrahim, tak sabar untuk bertemu dan memelukmu, anak baik. ❤️
0 komentar